Suatu
hari ketika “si orang gila” sedang duduk termenung sembari menyender pada pohon
lebat di ujung bukit datanglah seeorang pemuda. Dengan tergesa pemuda itu
berlari ke arah bukit dan dengan tergesa pula si pemuda menatap jurang yang
berada tepat di bawahnya. Lalu si orang gila pun berkata:
“Wahai
pemuda! Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau sudah menjadi seorang penyair
dadakan?”
“Apa
yang kau maksudkan wahai orang gila? Aku sudah mendengar tentang dirimu! Dan
aku tak ingin membuat bulu kudukku berdiri karna mendengar wejanganmu! Seperti
hal nya mereka!” balas si pemuda.
“Ah
wahai pemuda, jika itu yang kau takutkan maka berhentilah mendengarkanku, tapi
dengan sangat memohon pahamilah perkataan si orang gila ini. Dan apa yang
membuatmu begitu terburu-buru wahai pemuda.” Jawab si orang gila.
“Untuk
apa aku memahami perkataanmu? Kau saja tak tahu masalah yang sedang aku hadapi!
Aku sedang patah hati hei orang gila, aku ingin terjun ke jurang yang gelap
ini.” Balas lagi si pemuda.
“ Hah!
Benarnya diriku! Kau sudah menjadi penyair dadakan. Tahukah kau, sesungguhnya
orang yang sedang bergelut dengan nafsu cinta dengan seketika berubah menjadi
seorang penyair dadakan. Dan taukah kau, bahwa nafsu akan cinta adalah penyakit
mental manusia yang sangat mematikan. Nafsu akan cinta akan terus menggerogoti
jiwamu, akan membuatmu menjadi seorang melankolis, dan di jiwamu hanya akan
tersisa syair-syair kemurungan,
syair-syair pengharapan, syair-syair kerinduan – yang akan menghalangi semua
kehendakmu!” jawab lagi siorang gila.
“Maka
dari itu aku menatap ke bawah jurang ini hei orang gila. Akan ku akhiri semua
syair-syair yang terus berdengung di telingaku ini!” teriak si pemuda.
“Ah,
tololnya kau pemuda karna terjerumus ke dalam penyakit jiwa ini. Dan akan ku
tunjukan ketololanmu yang lain.”
“Maka
dari itu tunjukan lah hei orang gila! Tunjukanlah pada jiwaku yang malang ini!”
“Ah,
bergembiralah dirimu wahai pemuda, jangan biarkan kesengsaraan menyelimuti
jiwamu yang malang ini. Seharusnya kau menyadari siapa jiwa nya yang malang, bukankah
seharusnya anjing betina itu? Bukankah dia meninggalkan seseorang yang
benar-benar mencintainya? Bukankah kau menyadari bahwa yang meninggalkanmu itu tidak
benar-benar tulus menuang cawan cintanya? Maka dari itu bergembiralah kau
pemuda, maka dari itu carilah seseorang yang benar-benar tulus menuang cawan
cintanya kepadamu wahai pemuda. – dan sesungguhnya, jika kau bertemu wanita
yang seperti itu, penyakit mental yang mematikan ini, yang tidak mempunyai
belas kasihan, yang tidak pernah ragu memangsa jiwa-jiwa kaum muda akan
membuatmu bahagia.”
“Benarnya
dirimu hei orang gila! Aku akan segera turun dari bukit ini dan mecari wanita
itu!
“Dan
itulah ketololanmu yang ketiga! Ah, baru ingat diriku, bahwa kau adalah seorang
pemuda: pemuda yang terus menerus berbuat ketololan, yang selalu tergesa akan
kehendaknya, yang selalu terbuai akan syair-syair mematikan ini. – Dan
sesungguhnya para pemuda seperti ini suka menyiksa diri mereka sendiri!
Aku
mempunyai pertanyaan yang kutujukan hanya kepadamu wahai pemuda,; seperti beban
pengukur, aku lemparkan pertanyaan ini ke dalam jiwamu, untuk mengukur seberapa
dalam dirimu.
Engkau
masih muda, tapi sudah menginginkan yang namanya percintaan, demikian mereka
semua menyebutnya; dan mereka berkata bahwa percintaan mereka diteguhkan di
surga. Tapi aku tidak suka itu, Surga dari orang yang berlebihan! Aku tidak
suka mereka, hewan-hewan yang terperangkap dalam kesengsaraan surgawi itu!
Ah,
sebuah percintaan: kemelaratan jiwa dari sepasang manusia! kekotoran jiwa dalam
sepasang manusia! Kepuasan diri yang menyedihkan dari sepasang manusia!
Aku
tayakan kepadamu: Apakah engkau adalah orang yang pantas menginginkan
percintaan? Apakah kau sang pemenang itu, penguasa atas pikiranmu sendiri,
majikan atas kebajikan-kebajikanmu? Demikian pertanyaanku kepadamu hei pemuda.
Ataukah
sang hewan dan kebingungan masih berbicara dalam keinginanmu? Ataukah itu
kesendirian? Ataukah pertentangan dalam dirimu yang berbicara?
Banyak
ketololan pendek – yang kau sebut cinta. Percintaanmu mengakhiri
ketololan-ketololan pendek dengan satu ketololan panjang.“ kata si orang gila kepada si pemuda.”
“jadi
kau tak pernah merasakan yang namanya percintaan? Berarti kau tak tahu apa itu
percintaan. Dan untuk apa kau menasihati jiwa yang malang ini?” Balas si
pemuda.
“Aku hanya
ingin agar kemenangan dan kebebasanmulah yang merindukan percintaan. Monumen-monumen
hiduplah yang harus engkau bangun untuk merayakan kemenangan dan pembebasanmu.
Ya, aku
ingin agar bumi mengejang ketika orang suci dan angsa berpasangan.
Pantas
tampaknya pemuda ini dan matang untuk mendapatkan makna dari bumi: tapi ketika
aku melihat wanitanya, dunia tampak bagiku serasa sebuah rumah orang gila!
Yang
satu menapak jalan menuju kebenaran sebagai pahlawan, dan akhirnya mendapat
sebuah dusta kecil berhias: percintaan, demikian dia menyebutnya.
Yang
lainnya ditetapkan untuk bersahabat dan memilih dengan hati-hati. Tapi, karna
satu hal, dia merusak persahabatannya untuk selamanya: percintaan, demikian dia
menyebutnya.
Yang
lainnya lagi mencari gadis yang menggenggam kebajikan seperti malaikat. Tapi,
karna suatu hal, dia malah menjadi pelayan wanita itu, bahkan dia sendiri pun
harus menjadi bajik seperti malaikat.
Tetapi
jikau kau melangkah ke dalam kegilaan ini untuk mencapai kesempurnaanmu, untuk melampaui
dirimu, untuk menjadi majikan bagi pikiranmu – maka mengejanglah bumi ini!
“Ah,
sebuah percintaan: Demikian aku menyebut keinginan dari dua orang untuk
menciptakan satu yang lebih daripada mereka yang menciptanya. Rasa hormat
terhadap satu sama lain, sebagai orang
yang melaksanakan kehendak itu, itulah yang kusebut percintaan.
Suci,
demikian aku menyebut keinginan seperti itu, dan percintaan seperti itu.” Sebut
si orang gila.
Tiba-tiba
si pemuda terkaget lalu berkata. “Hah! Benarnya mereka! Kau membuat bulu kuduk
ku berdiri! Menyengat punduk para jiwa-jiwa ini! Menyentil telinga mereka yang terlelap!”
Si
pemuda langsung berlari turun ke bawah bukit dengan ketakutan, lalu si orang
gila berteriak:
“Engkau
hendak pergi kepada wanita? Jangan lupa membawa cambukmu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar