photo tes photo tes

Kamis, 26 Desember 2013

Sang Penyair Dadakan


                Suatu hari ketika “si orang gila” sedang duduk termenung sembari menyender pada pohon lebat di ujung bukit datanglah seeorang pemuda. Dengan tergesa pemuda itu berlari ke arah bukit dan dengan tergesa pula si pemuda menatap jurang yang berada tepat di bawahnya. Lalu si orang gila pun berkata:
               
                “Wahai pemuda! Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau sudah menjadi seorang penyair dadakan?”

                “Apa yang kau maksudkan wahai orang gila? Aku sudah mendengar tentang dirimu! Dan aku tak ingin membuat bulu kudukku berdiri karna mendengar wejanganmu! Seperti hal nya mereka!” balas si pemuda.

                “Ah wahai pemuda, jika itu yang kau takutkan maka berhentilah mendengarkanku, tapi dengan sangat memohon pahamilah perkataan si orang gila ini. Dan apa yang membuatmu begitu terburu-buru wahai pemuda.” Jawab si orang gila.

                “Untuk apa aku memahami perkataanmu? Kau saja tak tahu masalah yang sedang aku hadapi! Aku sedang patah hati hei orang gila, aku ingin terjun ke jurang yang gelap ini.” Balas lagi si pemuda.

                “ Hah! Benarnya diriku! Kau sudah menjadi penyair dadakan. Tahukah kau, sesungguhnya orang yang sedang bergelut dengan nafsu cinta dengan seketika berubah menjadi seorang penyair dadakan. Dan taukah kau, bahwa nafsu akan cinta adalah penyakit mental manusia yang sangat mematikan. Nafsu akan cinta akan terus menggerogoti jiwamu, akan membuatmu menjadi seorang melankolis, dan di jiwamu hanya akan tersisa syair-syair  kemurungan, syair-syair pengharapan, syair-syair kerinduan – yang akan menghalangi semua kehendakmu!” jawab lagi siorang gila.

                “Maka dari itu aku menatap ke bawah jurang ini hei orang gila. Akan ku akhiri semua syair-syair yang terus berdengung di telingaku ini!” teriak si pemuda.

                “Ah, tololnya kau pemuda karna terjerumus ke dalam penyakit jiwa ini. Dan akan ku tunjukan ketololanmu yang lain.”

                “Maka dari itu tunjukan lah hei orang gila! Tunjukanlah pada jiwaku yang malang ini!”

                “Ah, bergembiralah dirimu wahai pemuda, jangan biarkan kesengsaraan menyelimuti jiwamu yang malang ini. Seharusnya kau menyadari siapa jiwa nya yang malang, bukankah seharusnya anjing betina itu? Bukankah dia meninggalkan seseorang yang benar-benar mencintainya? Bukankah kau menyadari bahwa yang meninggalkanmu itu tidak benar-benar tulus menuang cawan cintanya? Maka dari itu bergembiralah kau pemuda, maka dari itu carilah seseorang yang benar-benar tulus menuang cawan cintanya kepadamu wahai pemuda. – dan sesungguhnya, jika kau bertemu wanita yang seperti itu, penyakit mental yang mematikan ini, yang tidak mempunyai belas kasihan, yang tidak pernah ragu memangsa jiwa-jiwa kaum muda akan membuatmu bahagia.”

                “Benarnya dirimu hei orang gila! Aku akan segera turun dari bukit ini dan mecari wanita itu!

                “Dan itulah ketololanmu yang ketiga! Ah, baru ingat diriku, bahwa kau adalah seorang pemuda: pemuda yang terus menerus berbuat ketololan, yang selalu tergesa akan kehendaknya, yang selalu terbuai akan syair-syair mematikan ini. – Dan sesungguhnya para pemuda seperti ini suka menyiksa diri mereka sendiri!

                Aku mempunyai pertanyaan yang kutujukan hanya kepadamu wahai pemuda,; seperti beban pengukur, aku lemparkan pertanyaan ini ke dalam jiwamu, untuk mengukur seberapa dalam dirimu.

                Engkau masih muda, tapi sudah menginginkan yang namanya percintaan, demikian mereka semua menyebutnya; dan mereka berkata bahwa percintaan mereka diteguhkan di surga. Tapi aku tidak suka itu, Surga dari orang yang berlebihan! Aku tidak suka mereka, hewan-hewan yang terperangkap dalam kesengsaraan surgawi itu!

                Ah, sebuah percintaan: kemelaratan jiwa dari sepasang manusia! kekotoran jiwa dalam sepasang manusia! Kepuasan diri yang menyedihkan dari sepasang manusia!

                Aku tayakan kepadamu: Apakah engkau adalah orang yang pantas menginginkan percintaan? Apakah kau sang pemenang itu, penguasa atas pikiranmu sendiri, majikan atas kebajikan-kebajikanmu? Demikian pertanyaanku kepadamu hei pemuda.

                Ataukah sang hewan dan kebingungan masih berbicara dalam keinginanmu? Ataukah itu kesendirian? Ataukah pertentangan dalam dirimu yang berbicara?

                Banyak ketololan pendek – yang kau sebut cinta. Percintaanmu mengakhiri ketololan-ketololan pendek dengan satu ketololan panjang.“  kata si orang gila kepada si pemuda.”

                “jadi kau tak pernah merasakan yang namanya percintaan? Berarti kau tak tahu apa itu percintaan. Dan untuk apa kau menasihati jiwa yang malang ini?” Balas si pemuda.

                “Aku hanya ingin agar kemenangan dan kebebasanmulah yang merindukan percintaan. Monumen-monumen hiduplah yang harus engkau bangun untuk merayakan kemenangan dan pembebasanmu.

                Ya, aku ingin agar bumi mengejang ketika orang suci dan angsa berpasangan.

               Pantas tampaknya pemuda ini dan matang untuk mendapatkan makna dari bumi: tapi ketika aku melihat wanitanya, dunia tampak bagiku serasa sebuah rumah orang gila!

                Yang satu menapak jalan menuju kebenaran sebagai pahlawan, dan akhirnya mendapat sebuah dusta kecil berhias: percintaan, demikian dia menyebutnya.

                Yang lainnya ditetapkan untuk bersahabat dan memilih dengan hati-hati. Tapi, karna satu hal, dia merusak persahabatannya untuk selamanya: percintaan, demikian dia menyebutnya.

                Yang lainnya lagi mencari gadis yang menggenggam kebajikan seperti malaikat. Tapi, karna suatu hal, dia malah menjadi pelayan wanita itu, bahkan dia sendiri pun harus menjadi bajik seperti malaikat.

                Tetapi jikau kau melangkah ke dalam kegilaan ini untuk mencapai kesempurnaanmu, untuk melampaui dirimu, untuk menjadi majikan bagi pikiranmu – maka mengejanglah bumi ini!

                “Ah, sebuah percintaan: Demikian aku menyebut keinginan dari dua orang untuk menciptakan satu yang lebih daripada mereka yang menciptanya. Rasa hormat terhadap satu sama lain, sebagai  orang yang melaksanakan kehendak itu, itulah yang kusebut percintaan.

                Suci, demikian aku menyebut keinginan seperti itu, dan percintaan seperti itu.” Sebut si orang gila.

                Tiba-tiba si pemuda terkaget lalu berkata. “Hah! Benarnya mereka! Kau membuat bulu kuduk ku berdiri! Menyengat punduk para jiwa-jiwa ini! Menyentil telinga mereka yang terlelap!”

                Si pemuda langsung berlari turun ke bawah bukit dengan ketakutan, lalu si orang gila berteriak:

                “Engkau hendak pergi kepada wanita? Jangan lupa membawa cambukmu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar